SUNAT SIFON... is healthy??

 
Hingga kini Suku Antoni Meto, di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT), masih menjalankan ritual sunat tradisional, yang mengharuskan seorang pria dewasa melakukan hubungan seks usai disunat. Di Desa Neakbaun, sekitar 50 kilometer di sebelah barat Kota Kupang, sebuah ritual sunat tradisional telah dilakukan. Berdasarkan kepercayaan setempat, masa panen adalah saatnya para lelaki Atoni Meto yang berusia di atas 18 tahun harus disunat. Mereka dianggap sudah mampu melakukan hubungan seks yang nantinya menjadi syarat tuntasnya ritual sunat.
Kebanyakan pria disunat sebelum menikah, tapi tidak sedikit juga yang melakukannya setelah beristri dan punya anak. Ritual sunat tradisional Timor konon dipercaya tubuh akan menjadi bersih, bau badan hilang, awet muda, dan mendapat kepuasan seks.
Seorang tukang sunat atau yang biasa disebut ahelet, dipercaya sebagai orang yang memastikan tradisi ini berjalan sesuai adat Atoni Meto.
Kali ini ada 2 pemuda yang akan disunat. Bersama sang ahelet, mereka menuju sebuah kali, tempat penyunatan akan dilakukan. Sebelum pasien disunat, ahelet meminta sang pemuda menghitung batu. Ini adalah bagian dari ritual, bernama nain fatu.
“Sebelum potong adik harus pilih batu. Itu untuk membuktikan bahwa sebelumnya adik sudah pernah hubungan seks dengan berapa perempuan, yang punya suami “, ujar si Ahalet.
Ya, batu yang diambil si pasien menunjukkan jumlah perempuan yang pernah disetubuhinya. Bila si pemuda bohong, konon luka sunatnya akan sulit sembuh. Pada intinya, nain fatu ini merupakan pengakuan dosa, agar penyunatan berlangsung sukses. Batu yang diambil itu lalu dibuang agar si pasien melupakan perempuan-perempuan yang pernah disetubuhinya.
Usai nain fatu, pasien berendam di kali. Agar tubuh menjadi dingin dan tidak terjadi perdarahan berlebihan. Airnya pun harus mengalir, untuk membawa dosa-dosa. Setelah itu pasien siap disunat. Proses sunat tradisional dilakukan dengan menjepit kulit kelamin bagian atas menggunakan bambu. Dalam sekejap, sayatan pun dilakukan. Sang ahelet langsung membalut bagian yang luka dengan daun kom, agar tidak terjadi perdarahan.
Usai penyunatan, pasien harus minum dalam sekali tenggak, darah ayam yang dicampur dengan air kelapa. Konon dengan meminumnya, darah yang terkuras saat disunat bisa kembali seperti semula. Begitu minuman habis, tukang sunat langsung menepuk bagian belakang tubuh pasien agar kemampuan seksual mereka berdaya tahan tinggi.
Tapi ritual penyunatan belumlah usai. Si pemuda masih harus melakukan sifon atau berhubungan seks dalam kondisi luka sunat yang masih basah, dengan perempuan yang bukan istri atau calon istrinya.
Sifon oh Sifon
Desa Hueknutu merupakan kawasan terpencil. Berjarak lebih dari 100 kilometer dari Kota Kupang. Berpendududuk 3.500 kepala keluarga, umumnya bermata pencaharian bertani dan beternak. Adat Atoni Meto masih dipegang teguh warganya. Dengan latar belakang itulah tradisi sifon terus berlangsung. Namun di sisi lain, tradisi sifon sesungguhnya adalah bentuk perendahan harga diri kaum perempuan sekaligus potensial menyebarkan penyakit kelamin.
Sifon adalah hubungan seks pasca sunat yang wajib dilakukan seorang pasien sunat ketika luka sunatnya belum sembuh. Tujuannya untuk membuang panas, agar organ seksual si pria kembali berfungsi baik. Bila sifon sudah dilakukan, maka si pasien tidak boleh lagi berhubungan seks dengan perempuan tersebut seumur hidupnya.
Karena berdasarkan kepercayaan Atoni Meto, si perempuan telah menerima panas dari sang pasien. Panas dalam konsep ini berarti penyakit kelamin. Jadi, jika si pria yang dianggap telah membuang penyakitnya pada perempuan tersebut, berhubungan seks lagi dengan perempuan itu, maka penyakitnya akan kembali pada sang pria. Selain itu diyakini perempuan yang kena sifon, kulitnya bersisik dan berbau. Itulah sebabnya mengapa sifon tidak boleh dilakukan dengan istri sendiri. Dan tidak akan ada lelaki yang mau memperistri perempuan yang menjadi obyek sifon.
Karena itu biasanya para orang tua akan memperingatkan anak perempuannya agar tidak keluar rumah ketika musim panen. Sungguh sebuah ironi. Ia tradisi, namun sekaligus malapetaka.
Walau sifon dianggap melanggar norma agama dan moral, tapi warga setempat berkeyakinan sifon harus dilakukan untuk membuang kotoran. Bila sang pemuda tidak melakukan hubungan seks pasca sunat atau sifon, maka ia pun akan impoten.
Tukang sunat atau ahelet adalah orang yang amat berperan dalam ritual ini. Seperti Isak Fanelsi. Sejak usia 25 tahun lalu, ia menjadi seorang ahelet. Kini namanya cukup dikenal, bahkan hingga ke Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. Tarifnya 25 ribu rupiah. Tapi terkadang ia dibayar dengan beberapa botol minuman beralkohol dan seekor ayam.
Sang aheletlah yang memastikan ritual sunat Atoni Meto ini berjalan tuntas, sampai pasien telah melakukan sifon. Bahkan seringkali ia pula yang mencari perempuan yang mau diajak berhubungan intim dengan si pasien. Sulitnya mencari perempuan yang bersedia diajak sifon akhirnya membuat lokalisasi prostitusi pun menjadi pilihan.
Mungkinkah?
Sebagai rangkaian dari sunat tradisional Atoni Meto sudah begitu mengakar pada masyarakatnya. Pelakunya bukan hanya mereka yang tinggal di pelosok atau yang berpendidikan rendah. Bahkan kaum intelektualnya pun melakukan sifon.
Adalah Primus Lake, seorang peneliti sosial dari Universitas Nusa Cendana, salah satu yang prihatin dengan sifon. Selain merendahkan martabat perempuan dan bertentangan dengan norma agama, potensi penularan HIV dan penyakit kelamin lainnya pun amat besar.
Keprihatinan itulah yang mendorongnya membentuk Yayasan Bina Mandiri. Dengan bantuan tokoh adat dan tokoh agama, Primus gencar melakukan penyuluhan cara sunat yang sehat tanpa perlu melakukan sifon. Para dokter dilibatkan. Salah satunya adalah dokter Bruce. Secara ilmu kedokteran, tindakan penyunatan memang bermanfaat untuk kesehatan, bila dilakukan sesuai kaidah medis. Hal itulah antara lain yang diajarkan kepada para ahelet. Alat-alat seperti bambu dan silet masih boleh dipakai, tapi harus disterilkan lebih dulu.
“…tukang sunat desa kita lakukan pelatihan. Dalam pelatihan kita anjurkan tukang sunat, bahwa sebelum sunat mempersiapkan alat dalam keadaan steril pisau dan gunting. Paling utama disinfeksi pada wilayah yang kita sunat. misalnya dibersihkan dengan alkohol dan betadine”, papar Primus.
Untuk menghilangkan budaya sifon, Yayasan Bina Mandiri yang dipimpin Primus bersama dengan LSM lainnya seperti Plan Kupang, melakukan intervensi sampai ke-33 desa di Timor Tengah Selatan, Timor Bagian Barat dan Timor Tengah Utara.
Sudah 5 tahun lebih mereka melakukan hal ini. Bentuk penyuluhan diawali dengan mengajarkan sunat sehat, kepada tukang sunat tradisional. Tahun 2002, bekerjasama dengan tokoh adat setempat, para penyuluh mengadakan sunat massal di daerah Suku Atoni Meto.
Pemahaman bahwa sifon sama sekali tidak berhubungan dengan kejantanan seorang pria, juga terus ditanamkan. Pelan-pelan, budaya sifon mulai terkikis. Jalan meniadakan memang masih panjang, tapi toh tidak sia-sia. Sebuah upaya yang patut diacungi jempol bagi Primus Lake dan rekan-rekannya. (by.*/cis)
sumber: sergapntt.wordpress.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ngopi bertakar sehat

Ngopi yuk broooow....
sapa yang nggak kenal kopi? semua kalangan dari tingkat dasar sampai kasta tinggi pun akrab banget sama kopi. apalagi agan2 mahasiswa yang hobi banget ama melekan, nongkrong, atau ngelembur tugas, gak lengkap kalo' gak ada kopi.
Sebenarnya kopi dalam takaran yang wajar bisa memberikan manfaat seperti membangkitkan stamina hingga melawan kanker. Namun kopi bisa menjadi tidak sehat kalau sudah berlebihan dan memicu berbagai masalah.
Takaran minum kopi yang tergolong wajar berbeda-beda tergantung kebiasaan dan selera masing-masing orang. Biasanya 5 cangkir kopi tiap hari masih bisa ditoleransi dengan baik, meski ada juga yang sudah berdebar-debar meski hanya minum 1-2 cangkir saja. Beberapa tanda kebiasaan minum kopi sudah berlebihan dan tidak sehat antara lain sebagai berikut, seperti dikutip dari Drinkhealthydrinks (dalam detikhealth.com):
1. Ketergantungan
Dalam kondisi mengantuk, kopi sangat ampuh menjaga agar mata tetap terjaga dan pikiran tetap fokus. Namun sebaliknya, beberapa orang yang berlebihan minum kopi cenderung mengalami ketergantungan dan jadi gampang mengantuk kalau tidak minum kopi.

2. Gelisah dan susah tidur
Kandungan utama dalam kopi adalah kafein yang memiliki efek sebagai stimulansia, yakni pemacu kerja jantung sekaligus pembangkit tenanga. Apabila berlebihan, efek sampingnya adalah menjadi gelisah, gemetaran serta jantung berdebar-debar sekaligus susah tidur.

3. Beser dan sembelit
Efek lain dari kafein adalah diuretik atau peluruh kencing, sehingga wajar kalau jadi sering kencing saat terlalu banyak minum kopi. Berkurangnya cairan tubuh karena terlalu sering kencing membuat tinja atau kotoran menjadi lebih padat dan memicu sembelit karena susah dikeluarkan.

4. Gigi bernoda
Selain rokok, penyebab gigi bernoda yang paling sering dijumpai sehari-hari adalah kopi. Kalau hanya bernoda saja mungkin tidak masalah, tapi kopi biasanya juga disajikan dengan gula yang bisa memicu gigi berlubang kalau kadarnya sudah berlebihan.

5. Asam lambung
Apapun jenisnya, kopi punya 2 komponen rasa dasar yang sama meski perbandingannya mungkin berbeda yakni asam dan pahit. Jika diminum dalam kondisi perut kosong, kopi bisa meningkatkan kadar asam lambung dan memicu rasa tidak nyaman maupun refluks atau berbaliknya asam lambung menuju kerongkongan.

6. Iritasi lambung
Meningkatnya asam lambung akibat terlalu banyak minum kopi atau minum kopi dalam kondisi perut kosong juga bisa memicu iritasi atau luka pada dinding lambung. Biasanya tidak muncul seketika, melainkan dalam jangka panjang pada penggemar berat minuman kopi.

So, buat rekan-rekan yang  udah kecanduan ngopi sampai-sampai tidur-melek harus ada kopi, disarankan mulai sekarang sedikit mengurangi takaran konsumsi kopi yak.. yaaah paling enggak kita kurangi frekuensinya sehari sekali ajeee... atau dicoba bikin peringatan hari nasional sendiri "se-hari tanpa kopi" gitu.. hahaha
semoga bermanfaat Gan.. :)

sb: detikhealth.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

HIV is Smarter than Human


Ketika para ilmuwan menemukan bahwa penyebab AIDS adalah virus, mereka berpikir dapat memusnahkan AIDS dari muka bumi ini dengan menciptakan vaksinnya. Namun setelah sekian lama penelitian AIDS berlangsung, sampai sekarang belum ada juga vaksin yang sanggup melatih sistem imunitas tubuh kita untuk mencegah masuknya virus HIV. Mekanisme terinfeksinya sebuah sel oleh virus HIV-1 adalah sebuah proses yang melibatkan beberapa molekul yang bekerja secara sistematik. Pada bungkus virus ada lapisan protein gula (glycoprotein) yang mempunyai bagian yang dikenali antibodi (epitope, yang memicu netralisasi) dan bagian lain yang dikenali receptor dan CD4 .(yang menyebabkan sel terinfeksi). 

Glycoprotein yang membungkus virus dikenali oleh molekul CD4 pada sel yang kemudian menyebabkan co-receptor (CXCR4 atau CCR5) pada sel juga mengikat virus tersebut dan dimulailah proses penyampaian sinyal (bahwa ada tamu asing yang datang) ke dalam sel. Sinyal inilah yang kemudian memberi aba- aba bahwa si sel telah terinfeksi dan akan segera dimanipulasi oleh virus untuk proses replikasinya. Tubuh kita pun berusaha menetralisir virus itu dengan memproduksi antibodi yang dapat mengenali virus tersebut secara spesifik. Bagian pada virus di mana antibodi dapat melekat secara spesifik, disebut epitope. Proses melekatnya virus (antigen) dan antibodi yang diproduksi tubuh ini dapat dibayangkan seperti kunci dan anak kunci yang hanya cocok dengan pasangannya.

Berbagai tes klinis menunjukkan bahwa vaksin tidak dapat menolong para pasien yang telah terinfeksi, sebagian besar dari pasien yang telah menerima vaksin pun, tetap menunjukkan gejala AIDS dan hal ini menyebabkan para ilmuwan menduga bahwa virus HIV mempunyai kemampuan untuk terus-menerus memutasikan dirinya sehingga antibodi yang sudah terbentuk tidak dapat mengenalinya lagi dan infeksi berlangsung terus tanpa bisa dihentikan.

Laporan riset yang dimuat di Nature edisi bulan ini membuktikan hipotesa ini. Plasma darah pasien yang terinfeksi menunjukkan kekebalan terhadap antibodi yang diproduksi tubuh. Setelah diselidiki, ’sequence protein’ dari bungkus glycoprotein virus memang mengalami perubahan. Mutasi ini tersebar sepanjang gen, beberapa bersifat konservatif : diwariskan ke generasi berikutnya , namun bagian yang dikenali receptor (bagian yang menyebabkan awal terjadinya infeksi) justru mempertahankan karakter intrinsiknya. Xiping Wei dkk 1) juga mengemukakan bahwa beberapa mutasi yang terakumulasi menyebabkan perubahan struktur bungkus glycoprotein sedemikian rupa sehingga menutupi epitope virus, bagian yang seharusnya dikenali antibodi dan dapat memicu proses netralisasi. Hasil riset lain yang meneliti hal yang serupa dengan meninjau dari segi termodinamika 2), menunjukkan bahwa ada perubahan entropi yang besar pada sisi yang dikenali receptor. Nilai entropi yang sangat negatif menunjukkan bahwa terjadi penyelubungan permukaan atau adanya protein yang terlipat. Virus HIV tampaknya cukup licik untuk mempertahankan kemampuannya mengikat diri dengan receptor sel sementara memutasi bagian yang berhubungan dengan antibodi sehingga dapat menghindari proses netralisasi tubuh. Mimpi para ilmuwan untuk menaklukkan AIDS dengan imunisasi mungkin hanya tinggal mimpi.[SI]

By: BinaGarda PIK-R Bangil
Referensi :

1. Antibody Neutralization and Escape by HIV-1, Xiping Wei et al. Nature 422, 307-312(2003)

2. HIV-1 Evades Antibody-mediated Neutralization through Conformational Masking of Receptor-Binding Sites, Peter D.Kwong et al. Nature 420, 678-682(2002)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

BUI ASAP ROKOK: INOVASI KONKRET MENUJU JEMBER BEBAS TBC


BUI ASAP ROKOK: INOVASI KONKRET
MENUJU JEMBER BEBAS TBC
Mochammad Sholehhudin
"Essay"

Rokok sebagai Pendamping TBC
Rokok merupakan satu produk spesifik yang semakin meningkat pengkonsumsiannya dari waktu ke waktu. Banyak hal yang menjadi kajian atas dampak dari pengkonsumsian rokok, salah satunya adalah rokok diduga sebagai faktor resiko yang kuat dalam peningkatan jumlah pengidap infeksi TBC. Sebuah penelitian di Universitas California menyebutkan bahwa perokok primer dan sekunder meningkatkan jumlah orang yang akan tertular TBC hingga sekitar 7%.  Ini meningkatkan jumlah orang  yang diperkirakan meninggal akibat TBC antara tahun 2011 dan 2050 hingga sekitar 26%. Fakta lain menyebutkan bahwa sebuah laporan ilmiah di British Medical Journal menunjukan, setiap tahun rokok menyumbang 18 juta kasus paru-paru pada penderita TBC di seluruh dunia. Berdasarkan data tersebut, diperkirakan pada tahun 2050 akan ada 40 juta kematian pada penderita TBC yang disebabkan oleh rokok. Selain itu, penelitian di Harvard School of Public Health, menunjukan bahwa dari 100 orang yang diteliti, ditemukan perokok dan menderita TBC sebanyak 33 orang, perokok pasif dan menderita TBC sebanyak 5 orang, dan yang terkena polusi udara dan menderita TBC sebanyak 5 orang. Ini semua mengindikasikan bahwa rokok sangat berpengaruh terhadap kasus infeksi TBC.
Menurut Dr Stanton, salah satu peneliti di Universitas California, TBC tidak disebabkan oleh rokok, melainkan disebabkan oleh bakteri. Tetapi merokok mempunyai dampak khusus dalam mengurangi kekebalan tubuh dan membuat orang yang terkena infeksi paru-paru akut bisa terkena bakteri TBC dan dimungkinkan meninggal karenanya.
Kaitan ini bisa dijelaskan bahwa zat toksik yang ada dalam rokok dapat merusak mekanisme pertahanan paru-paru. Bulu getar dan alat lain dalam paru-paru yang berfungsi menahan infeksi akan rusak akibat asap rokok. Selain itu, Asap rokok dapat meningkatkan tahanan pelan napas (airway resistance). Akibatnya, pembuluh darah di paru-paru mudah bocor dan merusak sel pembasmi bakteri pengganggu dan menurunkan respon terhadap antigen, sehingga bila benda asing masuk ke dalam paru-paru tidak ada pendeteksinya, termasuk Mycobacterium tuberculosis. Kondisi seperti, pengkonumsian rokok yang terus meningkat, jika terus berlanjut dalam khidupan masyarakat akan menyulitkan pemerintah dan tenaga kesehatan untuk memberantas penularan infeksi TBC. Sehingga perlu adanya pemutusan rantai terjadinya infeksi TBC dari faktor resiko rokok. Berbagai upaya tenaga kesehatan ditelan mentah oleh masyarakat, sosialisasi, peyuluhan, bahkan arahan sudah tidak lagi berpengaruh terhadap perubahan perilaku. Sehingga program konkret yang berlandaskan hukum harus ditegakan dalam pengendalian rokok sebagai faktor resiko infeksi TBC.

Ancaman Rokok Bagi Banga Indonesia
Indonesia tercatat sebagai negara dengan prevalensi rokok terbesar ke-3 setelah Tiongkok dan India. Selain itu, Indonesia adalah satu-satunya negara ASEAN yang tidak mau meratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) dan diketahui bahwa sebanyak 35% penduduk Indonesia adalah perokok aktif. Sungguh ironi jika pemerintah menggaungkan pemberantasan TBC dengan kondisi seperti itu.
Margareth Chan, Direktur Jenderal PBB untuk WHO, dalam konferensi dunia yang membahas Tobacco Control, menyebutkan bahwa musuh kita, industri tembakau, telah merubah wajahnya dan taktiknya menjadi serigala berbulu domba dengan gigi yang menyerangai. Ini artinya bahwa negara-negara di dunia telah dikelabuhi oleh industri rokok, salah satunya adalah Indonesia. Kebijakan, kekuasaan, dan hukum di Indonesia telah dikuasi oleh uang pemilik industri rokok. Sehingga bukan lagi Ketuhanan Yang Maha Esa, melainkan Keuangan Yang Maha Esa yang menjadi Idologi bangsa. Padahal, masyarakat sangat membutuhkan tindakan riel dari pemerintah dalam kaitannya rokok dengan TBC.
Penyakit TBC merupakan penyakit yang sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Namun, prevalensi TBC yang tinggi di Indonesia ternyata belum didampingi dengan pencegahan-pencegahan faktor penyebab resiko TBC. Hal ini dibuktikan dengan kebijakan pemerintah yang masih melegalkan rokok bagi masyarakat. Dimana rokok merupakan salah satu faktor resiko TBC yang relevan dalam meningkatkan prevalensi TBC.
Termuat dalam Ayat 2 Pasal 113 Undang-Undang No 36 tahun 2009 secara jelas mengungkapkan rokok merupakan barang adiktif yang merugikan pengguna dan orang disekitarnya. Pasal ini juga diperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 34/PUU-VIII/2010 yang menyatakan bahwa produsen dan importir rokok wajib mencantumkan peringatan berupa tulisan yang jelas dan gambar pada kemasannya. Sebab, hal ini merupakan perwujudan dari jaminan dan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk memperoleh informasi yang benar. Selain itu, Undang-Undang No.28 Tahun 2009 menyatakan bahwa rokok merupakan barang sin tax yang apabila dikonsumsi dapat memberikan dampak negatif. Jika dilihat dari sisi manapun konstitusi negara kita telah menyatakan bahwa rokok merupakan benda berbahaya yang harus dikendalikan.
Berdasarkan kajian tersebut, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak menghiraukan pengendalian rokok di Indonesia. Kesehatan masyarakat adalah faktor utama dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat dan telah termuat dalam paradigma global bangsa di dunia, penanggulangan TBC merupakan salah satu poin yang harus diperhatikan dalam pencapaian MDGs 2015. Sehingga perlu adanya suatu upaya konkret dan langsung untuk mengendalikan, mengurangi, menghilangkan, dan melarang tumbuh suburnya rokok sebagai faktor resiko TBC agar tercipta Indonesia sehat dan bebas TBC.

Bui Asap Rokok sebagai Inovasi Konkret
Pentingnya pengendalian rokok di Kota Jember merupakan satu langkah awal untuk mewujudkan Jember bebas TBC. Program Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dalam pengembangan kawasan tanpa rokok bukanlah satu program yang hanya ditunggu keberadaanya. Melainkan harus diwujudkan dengan dorongan dan motivasi untuk sehat. Mulai dari kalangan masyarakat umum sampai kepada stake holder dan pemerintah pusat. Dalam hal ini, posisi tenaga kesehatan yang saat ini berada di tengah-tengah antara masyarakat dan stake holder merupakan posisi strategis untuk mengadvokasi stake holder di Kota Jember dalam menciptakan kawasan tanpa rokok yang penulis sebut dengan bui asap rokok.
Bui asap rokok bukanlah hal yang sulit untuk diwujudkan. Komitmen dan konsistensi tenaga kesehatan dalam mengendalikan masalah rokok harus dibuktikan dengan karya nyata yang berasaskan kesejahteraan masyarakat, bukan kesejahteraan pribadi. Sehingga, langkah awal pewujudan bui asap rokok akan menjadi tonggak masa depan kesehatan Masyarakat Kota Jember khususnya dalam pemberantasan dan penurunan prevalensi infeksi TBC.
Bui asap rokok dapat diwujudkan di berbagai tempat, diantaranya adalah di tempat-tempat umum, di tempat kerja, di tempat anak bermain, di tempat belajar, maupun di tempat ibadah. Dalam pencapaiannya ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, melakukan advokasi terhadap pimpinan instansi dengan menjelaskan perlu dan pentingnya kawasan tanpa rokok dikembangkan di area bersangkutan. Hal ini ditunjang dengan fakta-fakta rokok yang berakibat buruk bagi kesehatan. Kedua, pimpinan melakukan analisis situasi. Kajian ini dilakukan untuk memperoleh data dalam membuat kebijakan yang relevan. Ketiga, pembentukan komite atau kelompok kerja penyusunan kebijakan kawasan tanpa rokok. Isinya meliputi maksud, tujuan, dan manfaat kawasan tanpa rokok. Rencana kebijakan pemberlakuan kawasan tanpa rokok, dan masukan tentang penerapan kawasan tanpa rokok, antisipasi kendala, sekaligus alternatif solusi. Keempat, menyiapkan infrastruktur dalam kawasan tanpa rokok seperti, pembuatan surat keputusan, instrumen pengawasan, materi sosialisasi penerapan, pembuatan dan penempatan tanda larangan merokok, dan pelatihan bagi pengawas kawasan tanpa rokok. Dengan tahapan tersebut bui asap rokok akan terwujud dengan sistematis dan diplomatis, serta akan menjadi satu program yang berkelanjutan dan berkesinambungan.
Pencapaian bui asap rokok tersebut akan berdampak langsung dalam penurunan faktor resiko infeki TBC. Harapannya, adanya pengendalian rokok dengan menciptakan kawasan bebas rokok, status kesehatan Masyarakat Kota Jember akan semakin meningkat dan menjadi inovasi konkret menuju Jember bebas TBC.
Pro dan kontra pasti bermunculan dengan adanya bui asap rokok. Tetapi, perlu diingat bahwa setiap tindakan pasti mempunyai konsekuensi yang jelas. Kejelasan konsekuensi bui asap rokok nampaknya sudah menjadi rahasia umum bagi berbagai kalangan. Di satu sisi kekhawatiran masyarakat perokok akan meningkat dan akan timbul berbagai kecaman terhadap penegak bui. Namun di sisi lain, kekhawatiran masyarakat umum terhadap asap rokok yang menjadi faktor resiko TBC akan menurun dan pencitraan penegak bui akan menjadi sorotan masyarakat. Dimana penegak bui disitulah asap dididik, dan Kota Jember adalah penegak bui yang mendidik masyarakatnya menuju Jember bebas TBC.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Tomcat: sejak 1901





Peneliti tomcat dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc mengatakan, tomcat sama sekali tidak berbahaya. Bahkan sebaliknya, serangga ini sangat bermanfaat bagi dunia pertanian. Karena makanan sehari-harinya adalah hama wereng dan telur hama tanaman.

Purnama, yang merupakan peneliti dari Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB itu memaparkan, nama asli Tomcat adalah Paederus fuscipes. Dia termasuk ke dalam famili Staphylinidae, ordo Coleopetra. 
menurut Purnama, dia sendiri tidak tahu dari mana nama Tomcat itu berasal. Yang dimaksud dengan Tomcat adalah serangga dengan nama spesies Paederus fuscipes. Serangga ini memiliki panjang tubuh 10 milimeter dan lebar dua milimeter. Umumnya ukuran serangga jantan lebih kecil dibanding serangga betina.

Lebih lanjut dia mengatakan, ada sejumlah kekeliruan dalam informasi yang selama ini beredar. Misalnya soal penyebaran. Di sejumah media disebutkan bahwa penyebaran Tomcat akhir-akhir ini sudah sampai ke Bogor, Jakarta dan wilayah lainnya. Padahal, Tomcat memang ada di seluruh wilayah Indonesia yang terdapat areal persawahan, seperti di Bogor. “Tomcat ini bukan pendatang baru, melainkan sudah ada sejak 1901. Pertama kali ditemukan oleh orang Belanda di Anyer dan Jember,” ujarnya.


Dia menegaskan, Tomcat tidak menggigit dan menyengat manusia, sehingga tidak berbahaya. Namun, serangga ini mempunyai cairan hemolimfa (darah) atau disebut paderin yang mengandung zat beracun untuk perthanan dirinya. Apabila terkena kulit, paderin bisa menyebabkan iritasi, dan apabila digaruk akan menyebar ke bagian tubuh lain. Kendati demikian, pederin tidak menyebabkan kulit melepuh sebagaimana gejala penyakit herpes atau dermatitis yang disebabkan oleh serangga lain seperti Meloidae.


Jika Tomcat menempel pada kulit maka tidak akan menyebabkan dermatitis, kecuali kalau serangga ini tergencet sehingga cairan hemolimfanya yang mengandung pederin mengenai kulit. Maka, kalau ada Tomcat: Si Toms di kulit kita, jangan ditepuk
atau dipenyet.

Si Toms banyak ditemukan di areal persawahan atau tanaman pertanian lain. Serangga ini merupakan predator (pemangsa, red) yang memakan serangga kecil. “Di persawahan Tomcat memakan wereng cokelat yang merupakan hama padi. Seekor serangga Tomcat dewasa mampu memakan 5-7 wereng pradewasa (nimfa),” ungkap Purnama.


Dia merinci, umur Tomcat bisa mencapai 120 hari. Sehingga jika rata-rata Tomcat memakan lima ekor wereng cokelat sehari, maka selama hidupnya serangga ini bisa memakan lebih dari 600 ekor hama wereng cokelat pada tanaman padi. Pada lahan persawahan yang menerapkan pengendalian hama terpadu (PHT) tanpa pestisida, populasi serangga Tomcat sangat tinggi.   


Lantas bagaimana cara menghindari serangga ini agar tak melukai kulit kita? Menurut Purnama,
Si Toms tertarik pada cahaya di malam hari. Oleh karena itu, pada musim tertentu, khususnya saat musim panen, serangga ini sering mendatangi rumah penduduk di sekitar persawahan karena tertarik pada cahaya terang dari perumahan. Maka antisipasinya dengan mengurangi pencahayaan lampu di rumah pada malam hari, satu misi dengan penghematan energi ya. Selain itu dapat dipasang perangkap lampu terah diletakkan jauh di luar pemukinan, sehingga serangga ini akan tertarik ke lampu yang dipasang dibandingkan datang ke rumah.
Sementara itu, di kesempatan yang sama, dokter spesialis kulit dan kelamin dr Mira Ikawati, SpKK mengatakan, dikarenakan toksin pederin dari Tomcat tidak keluar secara spontan, maka jika serangga itu menempel pada kulit, cukup dengan ditiup atau digeser dengan potongan kertas. Jika tidak sengaja memukul serangga ini sehingga cairan tubuhnya mengenai kulit, segera cuci dengan air hangat dan sabun.


Sabun yang digunakan lebih baik sabun yang berwarna putih, tidak mengandung parfum, tidak mengandung sulfur agar tidak menambah iritasi. Jika kulit sudah terkena cairan Tomcat dapat dikompres dingin untuk mengurangi sensasi rasa panas terbakar.


Sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat yang selalu mengikuti perkebangan isu-isu kesehatan di Indonesia, sudah selayaknyalah kita memberikan informasi ini kepada masyarakat di sekitar kita. hal itu merupakan satu tindak preventif dalam upaya mencegah terjadinya "salah perlakuan" terhadap Tomcat. sehingga ketika masyarakat mengetahui diharapkan timbulnya persepsi dan tindakan baru yang dapat meminimalisasi terjadinya bahaya, dalam hal ini adalah efek Si Toms.


sumber: jawapos

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS